DOMINO99 - PERISTIWA Pembunuhan Sekeluarga di Samosir dan Palembang, Ahli Ungkap Hal Mengejutkan Ini
DOMINO99 - PERISTIWA Pembunuhan Sekeluarga di Samosir dan Palembang, Ahli Ungkap Hal Mengejutkan Ini
DOMINO99 - Pada Rabu (24/10/2018), peristiwa berdarah atas kematian sekeluarga atau disebut familicide terjadi di dua tempat berbeda.
Tempat pertama di Dusun Janji Mauli, Desa Tambun Sukkean, Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.
Dalam peristiwa ini, empat anggota keluarga ditemukan tewas.
Ibu dan kedua anaknya yang masih berusia 2 dan 5 tahun ditemukan telentang bersimbah darah.
Sementara, kepala keluarga yang diduga kuat membunuh istri dan kedua anaknya ditemukan tewas dengan luka sayatan di pergelangan tangan.
Di hari yang sama, warga kompleks perumahan Kebun Sirih, Bukit Sangkal, Palembang juga dikejutkan dengan peristiwa berdarah dari sebuah keluarga pengusaha.
Dalam kasus ini, polisi menemukan luka tembak pada kepala masing-masing korban.
Untuk diketahui, familicide adalah peristiwa pembunuhan di mana seorang pelaku membunuh anggota keluarga.
Dalam setengah kasus, si pembunuh kemudian berakhir bunuh diri.
Selain dua kejadian tersebut, peristiwa familicide sudah beberapa kali terjadi. Tak hanya di Indonesia, tapi juga luar negeri.
Di Lansir KARTULUDO, para ahli berkata bahwa kebanyakan pria yang terdorong untuk membunuh anggota keluarganya melakukannya karena mereka sering merasa malu, mungkin karena kehilangan pekerjaan atau tidak mampu menyediakan kebutuhan keluarga.
Psikolog forensik dan kriminolog mengatakan, para pelaku familicide, baik pria maupun wanita, biasanya memiliki sejarah panjang penyakit mental, cenderung depresi atau psikotik.
"Perempuan lebih mungkin membunuh anak-anak mereka dibanding laki-laki. Tapi laki-laki mampu membunuh anak-anak juga pasangan mereka," kata Dr John Bradford, kepala departemen psikiatri forensi dari Universitas Ottawa.
Dalam beberapa kasus familicide yang pelakunya adalah kepala keluarga, sering kali motif yang menjadi pemicu adalah masalah keuangan.
"Uang sering menjadi masalah. Pria melihat dirinya sebagai pencari nafkah dan mungkin merasa seperti dia harus membawa seluruh keluarga keluar (dari masalah) bersamanya," ujar Philip Resnick, profesor psikiatri dari Case Western Reserve University.
Seorang profesor kriminologi dari Florida State University, memperkirakan bahwa ada sekitar 16.000 pembunuhan yang dilakukan setiap tahun.
Kurang dari 2.000 anggota keluarga terlibat, termasuk orangtua yang membunuh anak-anak mereka.
Sementara itu dalam laporan Psychology Today, (8/8/2018), Lilian De Bortoli seorang peneliti di Universitas Swimburne, Australia mengidentifikasi ada tiga jenis ayah yang membunuh anak-anak mereka:
1. De Facto Male
Pembunuh anak jenis ini adalah ayah tiri atau pacar yang tinggal bersama dengan pasangan dan anak-anaknya.
Dia biasanya hanya membunuh seorang anak.
Pembunuhan dilakukan secara langsung dan keras seperti memukul, mencekik, melempar, dan sebagainya.
2. Separated Father
Anak-anak yang dibunuh adalah darah dagingnya sendiri.
Mereka biasanya sudah berpisah atau bercerai dengan ibunya, dan ayah.
Dalam kategori ini memiliki sejarah yang menyalahgunakan diri, anak-anak, ataupun keduanya.
Balas dendam terhadap ibu seringkali menjadi motivasi dan pembunuhan sering terjadi selama perselisihan hak asuh anak.
3. Coupled Father
Seorang ayah yang membunuh anak-anaknya sementara keluarganya masih utuh.
Dia biasanya memiliki sejarah kriminal.
Tipe ini berisiko tinggi bukan hanya membunuh anak-anak, tetapi juga anggota keluarga lain.
Sebagian besar pembunuhan tipe ini melibatkan banyak korban.
Mungkin tidak hanya pasangan dan anak-anak, tetapi juga anggota keluarga lain yang kebetulan ada saat peristiwa terjadi.
Dalam masing-masing kategori ini, si pembunuh cenderung memiliki masalah kesehatan mental yang bisa memicu kemarahan, obsesi, dan emosi berbahaya lain yang kemudian membangun masa kritis.
Tak ada alasan kecuali si pembunuh benar-benar psikotik.
Dilansir KARTULUDO, warga Sulawesi Utara (Sulut) pada Agustus lalu dihebohkan dengan kasus kematian Daud Solambela.
Awalnya warga mengiri bocah tersebut menjadi korban pembunuhan dari aksi pencurian.
Namun semuanya kaget saat pihak Kepolisian menetapkan ayah korban sebagai tersangka.
Dalam konferensi pers yang digelar, Rabu (15/08/2018), pukul 11:10 Wita Polres Minahasa menetapkan ayah kandung korban, Fence Solambela sebagai tersangka pembunuhan dibalik kematian Daud Solambela.
Diketahui sebelumnya, Daud Solambela, Bocah 7 tahun meninggal dunia dengan pisau tertancap di perut saat ditinggal orangtuanya di rumahnya, pada Minggu (12/8/2018).
Dalam konferensi pers Kapolres Minahasa, AKBP Christ Pusung membeberkan kronologi kejadian pada Minggu 12 Agustus 2018, sekitar pukul 13.00 wita.
Tak hanya kasus Dau Solambela, pada 2018 tanah air juga dihebohkan beberapa kasus ayah kandung bunuh anaknya.
1. Mabuk Lem Ayah Bunuh Anak
Seorang ayah, Diki W (21), tega membunuh anaknya sendiri yang masih balita karena mabuk lem. Lelaki asal Desa Jambu, Kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo, Jambi ini, secara sadis menikam leher anaknya dengan gunting.
Diki mengaku, tega menghabisi nyawa anaknya lantaran kesal dengan istrinya karena sering menyebut dirinya sebagai anak kampang atau anak haram. Tidak hanya itu, pelaku juga beranggapan anaknya yang masih balita tersebut bukan darah dagingnya, melainkan hasil hubungan istrinya dan mantan pacarnya.
"Saya ribut dengan istri. Kepala saya dijorok dan dibilang saya ini anak haram. Kemudian saya bawa anak saya dan membunuhnya," akunya.
Pelaku juga mengaku, sering ribut dengan istrinya karena faktor ekonomi karena tidak mempunyai pekerjaan dan sering mabuk lem. "Kami sering ribut karena saya tidak kerja dan mabuk lem," tutupnya.
Diki akhirnya ditangkap Tim Sultan Polres Tebo yang dipimpin Ipda Rifki pada Jumat 20 Juli 2018 sekitar pukul 18.00 WIB. Kapolres Tebo AKBP Zainal Arrahman didampingi Kasat Reskrim Polres Tebo AKP Hendra Wijaya Manurung mengatakan, pelaku ditangkap oleh Tim Sultan di tempat persembunyian, di salah satu rumah keluarganya di Dusun Ladang Panjang, Desa Sari Mulya, Blok F, sekitar 15 Km dari tempat kejadian perkara (TKP).
"Setelah dilakukan olah tempat kenjadian perkara, kami langsung mengejar pelaku yang diduga ayah kandung korban," kata Kapolres Tebo.
Saat ditanya apa motif pembunuhan tersebut, Kapolres mengatakan, dari keterangan pelaku sebelum membunuh anaknya, pelaku mabuk lem dan sempat cekcok dengan istrinya.
"Dalam kondisi mabuk, pelaku menghabisi nyawa anaknya dengan menggorok leher anaknya menggunakan gunting," jelasnya.
2. Disodomi lalu dibunuh ayah kandung
Seorang anak balita di Gowa, Sulsel, tewasdianiaya dan disodomi oleh ayah kandungnya, HB (28). HB mengaku menyesali perbuatannya sambil menangis.
"Saya menyesal pak. Saya sangat menyesal," kata HB sambil terisak di Polres Gowa, Sulsel, Senin (7/5/2018).
HB mengatakan dirinya hanya ingin dekat dengan anaknya. Sayangnya, meski telah dibelikan mainan, anaknya lebih memilih dekat dengan ibunya, Mutmainnah.
Tidak hanya itu, HB juga mengaku sering pendapatkan penolakan dari istrinya untuk berhubungan badan.
"Istri saya selalu bilang..sebentar (nanti).. sebentar (nanti)," ucapnya.
Dalam aksinya, HB mengaku berbohong kepada istri dan keluarganya kalau anaknya tewas setelah terjatuh dari motor setelah diajak jalan-jalan.
"Saya bilang ajak ke Pantai Losari untuk berjalan-jalan di sana" ucapnya.
Sementara itu, Kapolres Gowa AKBP Shinto Silitonga menyebut HB akan diancam pidana maksimal seumur hidup atas perbuatannya.
"Ini terkait kekerasan mencabuli anak, dan kekerasan dalam rumah tangga," sebutnya.
3. Dupukul pakai palu hingga tewas oleh ayah kandung
Seorang ayah di Dukuh Balebatur, Desa Temboro, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, tega membunuh anak kandungnya sendiri, Senin (5/3/2018).
Ahmad Kohir (44) tega menghabisi nyawa Muhammad Aziz (17), anak kandungnya sendiri, dengan cara sadis di bagian kepala korban.
Kapolres Magetan AKBP Muslimin saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/3/2018) malam, mengatakan, seusai membunuh anaknya, tersangka Kohir langsung menyerahkan diri ke Balai Desa Temboro. Saat ini Kohir sudah ditahan di Mapolsek Karas.
Menurut Muslimin, petaka yang menimpa Aziz bermula saat terjadi cekcok adu mulut dengan ayah kandungnya.
Tak kuasa menahan emosi, Kohir langsung menghantamkan palu hingga berakibat korban meninggal dunia.
Muslimin menjelaskan, sebelum peristiwa naas itu menimpa Aziz, beberapa hari belakangan tersangka dan korban sering cekcok mulut.
Informasi yang dihimpun, korban sering meminta uang kepada ayah kandungnya yang berprofesi sebagai buruh tani.
Untuk memenuhi permintaan korban, acap kali tersangka harus meminjam uang kepada tetangganya.
"Puncaknya tadi, tersangka naik pitam hingga akhirnya memukul kepala korban," tutur Muslimin.
Dari olah tempat kejadian perkara, kata Muslimin, polisi menyita sejumlah barang bukti dan ponsel milik korban.
"Saat berada di lokasi kejadian, korban ditemukan di sebuah kamar dalam keadaan meninggal dunia dengan luka terbuka di atas kening dengan diameter 12 sentimeter. Selain itu, ditemukan luka lebam di dada kiri dengan diameter 5 sentimeter," ucap Muslimin.
4. Dibunuh ayah kandung karena masalah sepele
Polres Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan mengungkap kasus seorang ayah di Kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selaran membunuh anak kandungnya sendiri karena si anak menolak menanak nasi.
Kapolres OKU Selatan, AKBP Fery Harahap mengatakan peristiwa pembunuhan itu terjadi pada Selasa 17 Juli 2018 sore. Arto (65), seorang petani yang juga ayah dari Sulandi (30) tega membunuh putranya itu karena persoalan sepele tersebut.
"Terjadinya pembunuhan ini karena hal sepele. Anaknya tidak mau memasak nasi saat ayahnya menyuruh. Karena itu ayahnya kesal dan nekat membunuh putranya," kata dia, Rabu (18/7/2018).
Ia menjelaskan, peristiwa bermula ketika Arto baru saja pulang dari kebun di Desa Ulak Pandan, OKU Selatan. Saat itu Arto yang merasa lelah meminta anaknya untuk masak nasi, tapi ditolak mentah-mentah.
Usai ditolak, Arto merasa kesal dan langsung memarahi anak bungsunya itu. Si anak tidak terima dan langsung mendorong ayahnya sampai terjatuh, lalu menantang berkelahi.
"Si ayah langsung pergi ke dapur mengambil pisau dan menusuk si anak sampai meninggal. Anaknya ini masih lajang, dia anak yang bungsu jadi memang tinggal di rumah itu bersama orang tuanya dan. Korban meninggal dengan empat luka tusuk di dada," kata dia.
Usai menerima laporan dari warga bahwa telah terjadi keributan dan menyebabkan satu orang tewas, polisi langsung datang ke lokasi dan mengamankan Arto.
Dari hasil pemeriksaan sementara, Arto mengakui jika membunuh putranya. Hal itu dilakukan karena si anak menolak masak nasi dan menantang dirinya untuk berkelahi. Atas perbuatannya, Arto kini ditetapkan sebagai tersangka dan mendekam di sel tahanan Polres OKU Selatan.
"Arto akan dijerat Pasal 338 KUH-Pidana tentang pembunuhan dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara," kata dia.
DOMINO99 - PERISTIWA Pembunuhan Sekeluarga di Samosir dan Palembang, Ahli Ungkap Hal Mengejutkan Ini
DOMINO99 - Pada Rabu (24/10/2018), peristiwa berdarah atas kematian sekeluarga atau disebut familicide terjadi di dua tempat berbeda.
Tempat pertama di Dusun Janji Mauli, Desa Tambun Sukkean, Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.
Dalam peristiwa ini, empat anggota keluarga ditemukan tewas.
Ibu dan kedua anaknya yang masih berusia 2 dan 5 tahun ditemukan telentang bersimbah darah.
Sementara, kepala keluarga yang diduga kuat membunuh istri dan kedua anaknya ditemukan tewas dengan luka sayatan di pergelangan tangan.
Di hari yang sama, warga kompleks perumahan Kebun Sirih, Bukit Sangkal, Palembang juga dikejutkan dengan peristiwa berdarah dari sebuah keluarga pengusaha.
Dalam kasus ini, polisi menemukan luka tembak pada kepala masing-masing korban.
Untuk diketahui, familicide adalah peristiwa pembunuhan di mana seorang pelaku membunuh anggota keluarga.
Dalam setengah kasus, si pembunuh kemudian berakhir bunuh diri.
Selain dua kejadian tersebut, peristiwa familicide sudah beberapa kali terjadi. Tak hanya di Indonesia, tapi juga luar negeri.
Di Lansir KARTULUDO, para ahli berkata bahwa kebanyakan pria yang terdorong untuk membunuh anggota keluarganya melakukannya karena mereka sering merasa malu, mungkin karena kehilangan pekerjaan atau tidak mampu menyediakan kebutuhan keluarga.
Psikolog forensik dan kriminolog mengatakan, para pelaku familicide, baik pria maupun wanita, biasanya memiliki sejarah panjang penyakit mental, cenderung depresi atau psikotik.
"Perempuan lebih mungkin membunuh anak-anak mereka dibanding laki-laki. Tapi laki-laki mampu membunuh anak-anak juga pasangan mereka," kata Dr John Bradford, kepala departemen psikiatri forensi dari Universitas Ottawa.
Dalam beberapa kasus familicide yang pelakunya adalah kepala keluarga, sering kali motif yang menjadi pemicu adalah masalah keuangan.
"Uang sering menjadi masalah. Pria melihat dirinya sebagai pencari nafkah dan mungkin merasa seperti dia harus membawa seluruh keluarga keluar (dari masalah) bersamanya," ujar Philip Resnick, profesor psikiatri dari Case Western Reserve University.
Seorang profesor kriminologi dari Florida State University, memperkirakan bahwa ada sekitar 16.000 pembunuhan yang dilakukan setiap tahun.
Kurang dari 2.000 anggota keluarga terlibat, termasuk orangtua yang membunuh anak-anak mereka.
Sementara itu dalam laporan Psychology Today, (8/8/2018), Lilian De Bortoli seorang peneliti di Universitas Swimburne, Australia mengidentifikasi ada tiga jenis ayah yang membunuh anak-anak mereka:
1. De Facto Male
Pembunuh anak jenis ini adalah ayah tiri atau pacar yang tinggal bersama dengan pasangan dan anak-anaknya.
Dia biasanya hanya membunuh seorang anak.
Pembunuhan dilakukan secara langsung dan keras seperti memukul, mencekik, melempar, dan sebagainya.
2. Separated Father
Anak-anak yang dibunuh adalah darah dagingnya sendiri.
Mereka biasanya sudah berpisah atau bercerai dengan ibunya, dan ayah.
Dalam kategori ini memiliki sejarah yang menyalahgunakan diri, anak-anak, ataupun keduanya.
Balas dendam terhadap ibu seringkali menjadi motivasi dan pembunuhan sering terjadi selama perselisihan hak asuh anak.
3. Coupled Father
Seorang ayah yang membunuh anak-anaknya sementara keluarganya masih utuh.
Dia biasanya memiliki sejarah kriminal.
Tipe ini berisiko tinggi bukan hanya membunuh anak-anak, tetapi juga anggota keluarga lain.
Sebagian besar pembunuhan tipe ini melibatkan banyak korban.
Mungkin tidak hanya pasangan dan anak-anak, tetapi juga anggota keluarga lain yang kebetulan ada saat peristiwa terjadi.
Dalam masing-masing kategori ini, si pembunuh cenderung memiliki masalah kesehatan mental yang bisa memicu kemarahan, obsesi, dan emosi berbahaya lain yang kemudian membangun masa kritis.
Tak ada alasan kecuali si pembunuh benar-benar psikotik.
Dilansir KARTULUDO, warga Sulawesi Utara (Sulut) pada Agustus lalu dihebohkan dengan kasus kematian Daud Solambela.
Awalnya warga mengiri bocah tersebut menjadi korban pembunuhan dari aksi pencurian.
Namun semuanya kaget saat pihak Kepolisian menetapkan ayah korban sebagai tersangka.
Dalam konferensi pers yang digelar, Rabu (15/08/2018), pukul 11:10 Wita Polres Minahasa menetapkan ayah kandung korban, Fence Solambela sebagai tersangka pembunuhan dibalik kematian Daud Solambela.
Diketahui sebelumnya, Daud Solambela, Bocah 7 tahun meninggal dunia dengan pisau tertancap di perut saat ditinggal orangtuanya di rumahnya, pada Minggu (12/8/2018).
Dalam konferensi pers Kapolres Minahasa, AKBP Christ Pusung membeberkan kronologi kejadian pada Minggu 12 Agustus 2018, sekitar pukul 13.00 wita.
Tak hanya kasus Dau Solambela, pada 2018 tanah air juga dihebohkan beberapa kasus ayah kandung bunuh anaknya.
1. Mabuk Lem Ayah Bunuh Anak
Seorang ayah, Diki W (21), tega membunuh anaknya sendiri yang masih balita karena mabuk lem. Lelaki asal Desa Jambu, Kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo, Jambi ini, secara sadis menikam leher anaknya dengan gunting.
Diki mengaku, tega menghabisi nyawa anaknya lantaran kesal dengan istrinya karena sering menyebut dirinya sebagai anak kampang atau anak haram. Tidak hanya itu, pelaku juga beranggapan anaknya yang masih balita tersebut bukan darah dagingnya, melainkan hasil hubungan istrinya dan mantan pacarnya.
"Saya ribut dengan istri. Kepala saya dijorok dan dibilang saya ini anak haram. Kemudian saya bawa anak saya dan membunuhnya," akunya.
Pelaku juga mengaku, sering ribut dengan istrinya karena faktor ekonomi karena tidak mempunyai pekerjaan dan sering mabuk lem. "Kami sering ribut karena saya tidak kerja dan mabuk lem," tutupnya.
Diki akhirnya ditangkap Tim Sultan Polres Tebo yang dipimpin Ipda Rifki pada Jumat 20 Juli 2018 sekitar pukul 18.00 WIB. Kapolres Tebo AKBP Zainal Arrahman didampingi Kasat Reskrim Polres Tebo AKP Hendra Wijaya Manurung mengatakan, pelaku ditangkap oleh Tim Sultan di tempat persembunyian, di salah satu rumah keluarganya di Dusun Ladang Panjang, Desa Sari Mulya, Blok F, sekitar 15 Km dari tempat kejadian perkara (TKP).
"Setelah dilakukan olah tempat kenjadian perkara, kami langsung mengejar pelaku yang diduga ayah kandung korban," kata Kapolres Tebo.
Saat ditanya apa motif pembunuhan tersebut, Kapolres mengatakan, dari keterangan pelaku sebelum membunuh anaknya, pelaku mabuk lem dan sempat cekcok dengan istrinya.
"Dalam kondisi mabuk, pelaku menghabisi nyawa anaknya dengan menggorok leher anaknya menggunakan gunting," jelasnya.
2. Disodomi lalu dibunuh ayah kandung
Seorang anak balita di Gowa, Sulsel, tewasdianiaya dan disodomi oleh ayah kandungnya, HB (28). HB mengaku menyesali perbuatannya sambil menangis.
"Saya menyesal pak. Saya sangat menyesal," kata HB sambil terisak di Polres Gowa, Sulsel, Senin (7/5/2018).
HB mengatakan dirinya hanya ingin dekat dengan anaknya. Sayangnya, meski telah dibelikan mainan, anaknya lebih memilih dekat dengan ibunya, Mutmainnah.
Tidak hanya itu, HB juga mengaku sering pendapatkan penolakan dari istrinya untuk berhubungan badan.
"Istri saya selalu bilang..sebentar (nanti).. sebentar (nanti)," ucapnya.
Dalam aksinya, HB mengaku berbohong kepada istri dan keluarganya kalau anaknya tewas setelah terjatuh dari motor setelah diajak jalan-jalan.
"Saya bilang ajak ke Pantai Losari untuk berjalan-jalan di sana" ucapnya.
Sementara itu, Kapolres Gowa AKBP Shinto Silitonga menyebut HB akan diancam pidana maksimal seumur hidup atas perbuatannya.
"Ini terkait kekerasan mencabuli anak, dan kekerasan dalam rumah tangga," sebutnya.
3. Dupukul pakai palu hingga tewas oleh ayah kandung
Seorang ayah di Dukuh Balebatur, Desa Temboro, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, tega membunuh anak kandungnya sendiri, Senin (5/3/2018).
Ahmad Kohir (44) tega menghabisi nyawa Muhammad Aziz (17), anak kandungnya sendiri, dengan cara sadis di bagian kepala korban.
Kapolres Magetan AKBP Muslimin saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/3/2018) malam, mengatakan, seusai membunuh anaknya, tersangka Kohir langsung menyerahkan diri ke Balai Desa Temboro. Saat ini Kohir sudah ditahan di Mapolsek Karas.
Menurut Muslimin, petaka yang menimpa Aziz bermula saat terjadi cekcok adu mulut dengan ayah kandungnya.
Tak kuasa menahan emosi, Kohir langsung menghantamkan palu hingga berakibat korban meninggal dunia.
Muslimin menjelaskan, sebelum peristiwa naas itu menimpa Aziz, beberapa hari belakangan tersangka dan korban sering cekcok mulut.
Informasi yang dihimpun, korban sering meminta uang kepada ayah kandungnya yang berprofesi sebagai buruh tani.
Untuk memenuhi permintaan korban, acap kali tersangka harus meminjam uang kepada tetangganya.
"Puncaknya tadi, tersangka naik pitam hingga akhirnya memukul kepala korban," tutur Muslimin.
Dari olah tempat kejadian perkara, kata Muslimin, polisi menyita sejumlah barang bukti dan ponsel milik korban.
"Saat berada di lokasi kejadian, korban ditemukan di sebuah kamar dalam keadaan meninggal dunia dengan luka terbuka di atas kening dengan diameter 12 sentimeter. Selain itu, ditemukan luka lebam di dada kiri dengan diameter 5 sentimeter," ucap Muslimin.
4. Dibunuh ayah kandung karena masalah sepele
Polres Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan mengungkap kasus seorang ayah di Kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selaran membunuh anak kandungnya sendiri karena si anak menolak menanak nasi.
Kapolres OKU Selatan, AKBP Fery Harahap mengatakan peristiwa pembunuhan itu terjadi pada Selasa 17 Juli 2018 sore. Arto (65), seorang petani yang juga ayah dari Sulandi (30) tega membunuh putranya itu karena persoalan sepele tersebut.
"Terjadinya pembunuhan ini karena hal sepele. Anaknya tidak mau memasak nasi saat ayahnya menyuruh. Karena itu ayahnya kesal dan nekat membunuh putranya," kata dia, Rabu (18/7/2018).
Ia menjelaskan, peristiwa bermula ketika Arto baru saja pulang dari kebun di Desa Ulak Pandan, OKU Selatan. Saat itu Arto yang merasa lelah meminta anaknya untuk masak nasi, tapi ditolak mentah-mentah.
Usai ditolak, Arto merasa kesal dan langsung memarahi anak bungsunya itu. Si anak tidak terima dan langsung mendorong ayahnya sampai terjatuh, lalu menantang berkelahi.
"Si ayah langsung pergi ke dapur mengambil pisau dan menusuk si anak sampai meninggal. Anaknya ini masih lajang, dia anak yang bungsu jadi memang tinggal di rumah itu bersama orang tuanya dan. Korban meninggal dengan empat luka tusuk di dada," kata dia.
Usai menerima laporan dari warga bahwa telah terjadi keributan dan menyebabkan satu orang tewas, polisi langsung datang ke lokasi dan mengamankan Arto.
Dari hasil pemeriksaan sementara, Arto mengakui jika membunuh putranya. Hal itu dilakukan karena si anak menolak masak nasi dan menantang dirinya untuk berkelahi. Atas perbuatannya, Arto kini ditetapkan sebagai tersangka dan mendekam di sel tahanan Polres OKU Selatan.
"Arto akan dijerat Pasal 338 KUH-Pidana tentang pembunuhan dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara," kata dia.
Tidak ada komentar